Powered by Blogger.

Can u imagine world without music?

RSS

S A C R I F I C E

Sebenarnya agak risih untuk menuangkan sedikit pemikiran (dan banyak perasaan) di sini (baca: curhat), tetapi tidak apa lah, mungkin bisa memperkaya bahan pertimbangan orang lain juga dalam menjalani hidupnya.
Sekarang berumur 22 tahun, 2 bulan lagi memasuki umur 23 tahun. Banyak sekali cita-cita yang ingin dicapai. Ya, saya orang yang banyak maunya. Wajar, manusia tidak akan pernah puas. Toh, nantinya mimpi-mimpi akan terbatas dengan realita yang harus dijalani. Realita. Keinginan. Tuntutan. Tanggung jawab. Tanggung jawab kepada siapa? Yang jelas pada orang tua dan Tuhan. Tanggung jawab dan kewajiban untuk menyenangkan hati orang tua, yang pastinya juga akan menyenangkan hati Tuhan.

2 minggu lalu saya menghadiri misa di Gereja Redemptor Mundi dan kotbah Romo pada hari itu mengingatkan bahwa kita mau-tidak mau harus menerima orang tua apa adanya. Dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. Kita tidak bisa memilih kita dilahirkan di keluarga mana. Orang tua seperti apa. Kita tidak bisa memilih Ayah dan Ibu yang cocok dengan karakter kita. Semua itu dibentuk, dihormati, dan dijaga. Kuncinya? Pengorbanan. Mengalah. Satu sabda Tuhan yang sangat mengena pada hari itu adalah, "Barangsiapa taat kepada ayahnya, maka panjanglah usianya." ~ kurang lebih seperti itu. Lingkungan tempat saya dibesarkan dan ajaran-ajaran yang saya terima selalu meyakini bahwa rejeki lancar salah satunya karena doa orang tua. Pertengkaran antara orang tua dan anak dalam rumah tangga itu biasa. Kembali lagi kuncinya pada pengorbanan. Tidak mementingkan egoisme diri masing-masing. Karena suka-tidak suka, cocok-tidak cocok kita harus hormat kepada orang tua jika ingin tetap diberkati.

Hari itu keseluruhan misa dibawakan dalam Bahasa Inggris. Romo mengatakan: "FAMILY - Father and Mother I Love You".. but FAMILY could become an AMILY. After Marriage I Leave You." Begitu juga dalam hubungan suami-istri. Pada bulan-bulan pertama pernikahan, suasana mesra masih terasa, lama kelamaan perasaan cinta itu menjadi sebuah tanggung jawab saja. Hambar. Tidak dipupuk. Maka pada hari itu, Romo mengingatkan umat untuk selalu meneladani keluarga kudus Nazareth. Yusuf - Maria - Yesus yang selalu penuh cinta. Perkembangan zaman sekarang ini memberikan banyak contoh-contoh yang tidak baik. Semua orang tahu itu. Gaya hidup artis Hollywood, juga artis dalam negeri yang kawin-cerai banyak kita konsumsi di media. Alasan mereka bercerai adalah sudah tidak ada kecocokan lagi. Perbedaan-perbedaan yang semakin terlihat dibandingkan masa-masa pacaran dahulu. Irreconcile differences & diversity? Diversity can't be reconciled. If they can't endure, husbands & wives were divorced? Sacrifice is the key. Sacrifice is the other word for love.


Lalu saya merefleksikan ke dalam diri saya sendiri. Menjalani hubungan yang tidak ada kepastian ini mau sampai kapan. Memang segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang pasti. Hanya kematian yang sudah pasti terjadi pada setiap orang. Lingkungan saya mengatakan saya hanya buang-buang waktu. Waktuku dan waktunya. Mengingat usianya yang sudah matang untuk menikah.
Sebenarnya ada apa? Banyak penghalang.

1. Hubungan jarak-jauh. 
Beda kota. Jakarta-Surabaya memang tidak jauh, tetapi tetap saja karena jarak ini, frekuensi bertemu menjadi jarang. Memang, setiap bertemu, saya merasa mendapatkan waktu yang berkualitas ketika bersamanya. Tetapi kembali lagi, untuk bertemu itu sangat sulit. Jangankan beda kota, sudah satu kota saja mau bertemu amit-amit susahnya, karena kesibukan pekerjaan dia yang harus loncat kota/negara kesana kemari. Saya belum terlalu kesepian karena ini, karena masih banyak teman-teman dan keluarga yang menemani saya. Teman yang memiliki hobby sama, teman yang memiliki "nasib" sama. Begitu pula keluarga. Saya dilahirkan di keluarga yang besar. Sangat besar, dari pihak ayah maupun ibu saya. I thank God for that.

2. Perbedaan agama. 
Sesuatu yang prinsipil. Dari antara kami berdua terlihat tidak ada yang mau berpaling dari agama kami masing-masing. Pertanyaannya? Apa bisa jalan dua agama? Mungkin bisa, tapi apakah MAU? Sudah saya singgung di atas bahwa saya dilahirkan di keluarga yang sangat besar. Bukan hanya besar, tetapi banyak perbedaan. Agama, suku, ras. Mau cari agama apa saja yang diakui di Indonesia ini pasti ada di keluarga saya. Mau cari suku dan ras berbeda-beda juga banyak dalam keluarga saya. Perkawinan antar pulau, negara, dan agama sana-sini. Kami semua hidup rukun. Hanya saja, memang tidak semua perkawinan berjalan dengan mulus. Ada saja kerikil-kerikil dan persoalan dalam tiap rumah tangga dan hidup pribadi mereka. Tiap orang memikul salibnya masing-masing. Dan kasus-kasus mereka menjadi pembelajaran untuk saya. Kadang, saya takut jika harus mengalami hal yang mereka alami. Tapi mau sampai kapan tidak mau melangkah?

3. Pengorbanan. 
Kembali lagi pada satu kata ini. SACRIFICE. Hati kecil saya mengatakan sacrifice kami berdua dalam menjalani hubungan ini sangat kurang. Mungkin, saya yang lebih bisa banyak berkorban karena waktu saya yang lebih fleksibel. Alasan-alasan yang dikemukakan pun sampai sekarang ini saya anggap masuk akal. Pekerjaan. Berarti, terlihat jelas prioritas hidupnya. Saya tidak mau banyak menuntut. Karena saya tahu pria seusianya memang sedang giat-giatnya dalam bekerja dan berkarier. Jangankan dia, saya sendiri juga punya banyak cita-cita.

4. Rasa Minder. 
Dia siapa. Saya siapa. Memang dibalik itu semua saya tahu dia adalah orang yang sangat humble, low-profile, sederhana dan apa-adanya. Tetapi memang, hal ini agak mengganjal dalam diri saya. Tidak sedikit wanita cantik yang berada di sekelilingnya. Di kala dia harus bekerja ke sana kemari, semakin terlihat-lah kompetensi dirinya. Dan saya? Bukan siapa-siapa. Dia selalu membesarkan hati saya dengan mengatakan bahwa someday I will be somebody. Ini hanya persoalan waktu. Toh saya baru saja akan "memulai" hidup saya tahun ini dengan baru lulusnya saya dari bangku universitas.

Yang membuat kami masih bertahan adalah kecocokan karakter kami, hobby kami, dan pandangan hidup kami. Dari dalam hati yang paling dalam pun saya yakin dia juga sayang sama saya. Terlihat jelas motivasinya dan dukungannya yang begitu besar dalam tiap langkah hidup saya. Saya pribadi merasakan perubahan-perubahan yang lumayan berarti bagi perkembangan kepribadian saya. 2 tahun saling mengenal, saya belajar lebih bersyukur akan segala sesuatu yang saya miliki, belajar lebih baik dan respek kepada orang lain, kepada orang-orang yang kemampuannya jauh di bawah saya, belajar mengerti arti dan makna hidup, belajar melihat segala hal dari sudut pandang yang berbeda-beda. Yang jelas, dia selalu bisa membuat saya tertawa. Bahkan tertawa terbahak-bahak karena sense of humor nya yang tinggi :)

Pertanyaannya mau sampai kapan seperti ini? Tunggu waktu nanti ketika kami sudah tinggal sekota. Dilihat lagi hubungan kami seperti apa. Membaik atau sebaliknya? Itu yang selalu dia katakan.
Sekarang? Selalu ditanya ketika kumpul-kumpul keluarga. "Kapan?" ~ Jawabku cuma: "Yah, didoakan saja ya om/tante.." Teman-teman yang sudah berumah tangga juga mengatakan: Mending beda suku daripada beda agama. Tak taulah. Memang, saya tidak ingin mengkhianati Tuhan saya demi orang yang bisa saja mengkhianati saya. Sekarang dijalani saja sambil berdoa, juga menjaga hati agar tidak CLBK dengan cinta yang dahulu salah. Ooopss.. =)


By the way, udah pernah nonton film Cin(T)a? Tentang perbedaan agama dan suku...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 comments:

Jess said...

Hey La, kalau memang dia jodoh yang dikirimkan Tuhan buat kamu, percaya saja nanti akan ada miracle entah apalah itu. Jika sampai nanti belum ada tanda-tanda, mungkin kamu akan menemukan yang lain yang Tuhan memang tempatkan buat kamu.

Post a Comment